Jumat, 24 Februari 2017

TINJAUAN TENTANG HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK DALAM PEMBELAJARAN


Oleh
Hendro Sugiharto, S.Ag, MM
NIP. 197411282005011003


1.      Pendahuluan
Pendidikan yang ideal  adalah pendidikan yang berorientasi ke masa depan. Hal ini bukanlah pekerjaan yang terjadi begitu saja, melainkan membutuhkan waktu yang relatif panjang. Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris, merujuk “teori Benjamin S. Bloom mengatakan pendidikan mengacu pada pengembangan tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor”.[1] Hal tersebut bisa diartikan bahwa pendidikan itu menghendaki adanya keseimbangan antara pengembangan intelektual, kepribadian maupun keterampilan.
Mencerdaskan kehidupan bangsa yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945, UU RI no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional merupakan salah satu tujuan nasional. Mengingat pendidikan adalah tujuan nasional bangsa Indonesia maka menjadi tugas dan tanggung jawab seluruh masyarakat tanpa terkecuali untuk berpartisipasi dalam upaya tersebut.
Menurut Dinn Wahyudin mengatakan bahwa  “tanggung jawab tersebut realisasinya diwujudkan dalam bentuk pendidikan formal, nonformal dan informal sebagaimana pasal 16 UU RI no 20 tahun 2003”.[2] Pendidikan formal di Indonesia meliputi pendidikan tingkat MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA dan Perguruan Tinggi. Ciri-ciri pendidikan formal yaitu diselenggarakan secara teratur serta kurikulum yang sudah ditentukan.
 Dalam kehidupan sekarang ini permasalahan peserta didik di sekolah banyak dipengaruhi faktor keluarga mereka sendiri antara lain adalah
a.       Peserta didik kurang dapat perhatian dari orang tua. Mereka (orang tua) cukup disibukkan dengan kegiatan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, hingga hampir sebagian besar ayah, ibu meninggalkan anak-anaknya tanpa pengawasan secara langsung. Oleh karena itu pengawasan terhadap anak sedikit menjadi terabaikan.
b.      Terkadang secara tidak sadar banyak orang tua yang menganggap bahwa mendidik anak itu selesai setelah anaknya memasuki dunia pendidikan atau sekolah. Mereka menganggap ketika anak dimasukkan ke sekolah maka tanggungjawab pendidikan berada pada pihak sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Oleh karena itulah fungsi pendidikan haruslah diluruskan dan di pelajari kembali sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar mengajar banyak sekali kendala yang dihadapi peserta didik untuk mencapai hasil belajar yang optimal.

2.      Teori Hasil Belajar
a.      Pengertian Belajar
Belajar merupakan suatu proses  yang juga merupakan suatu  yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar mengajar tersebut dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk: seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, tingkah laku, keterampilan dan kemampuan.
Teori belajar dalam kaitan ini adalah sebagai berikut:
1)      Suyono dan Hariyanto mengatakan bahwa belajar adalah “suatu aktivitas memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian”.[3] Dengan demikian tiga hal yang akan diperoleh dari hasil belajar yaitu Ilmu pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan kemampuan atau keahlian (psikomotorik). Dalam penjelasannya Suyono dan Hariyanto mengatakan “belajar juga merupakan proses bagaimana peserta didik berekplorasi, menggali dan menemukan kemudian memungutnya, untuk mmeperoleh pengetahuan”.[4]
2)      Masitoh dan Laksmi Dewi mengatakan bahwa “belajar merupakan suatu sistem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, peserta didik, dan guru”.[5] Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan tetapi melibatkan banyak unsur yang menyertainya. Unsur-unsur tersebut merupakan suatu sistem yang melekat dan tumpuan kesuksesan dalam belajar. Adanya bahan pelajaran, strategi pembelajaran, alat bantu pembelajaran, guru dan peserta didik adalah satu kesatuan yang utuh untuk menciptakan suasan belajar yang lebih baik. Serta dapat menjadi ukuran pencapaian keberhasilan pembelajaran itu sendiri. Sehingga pada akhirnya proses belajar mengajar akan mengarah kepada suatu perubahan tingkah laku atau pengalaman. Perubahan ini terjadi sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
3)      Muhibbin Syah mengatakan bahwa “berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri”.[6]
Sardiman AM mengatakan bahwa belajar adalah “suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep atau teori yang nantinya diinternalisasi pada dirinya”.[7] Selain itu, belajar juga merupakan langkah awal seseorang karena dengan belajar seseorang bisa memilih mana yang baik untuk dikerjakan dan mana yang buruk untuk ditinggalkan. Belajar (learning), seringkali didefinisikan sebagai perubahan yang secara relatif

selanjutnya link ke Tinjauan Hasil Belajar Peserta Didik


[1] Asep Jihad dan Abdul Haris. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.2012. 14
[2] Wahyudin, Dinn. Pengantar Pendidikan. Jakarta: UT. 2009. 8.21
[3] Suyono dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran, 9.
[4] Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran,9.
[5] Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Dirjen Depag, 2009, 14.
[6] Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008, 56.
[7] Sardiman AM. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, 22.
TINJAUAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Oleh
Hendro Sugiharto, S.Ag, MM
NIP. 197411282005011003

A.      Pendahuluan
Model Pembelajaran adalah suatu metode pembelajaran yang pada tujuannya mempermudah peserta didik untuk memahami dan mempelajari serta mendalami mata pelajaran yang disajikan di madrasah. Masing-masing mata pelajaran mempunyai keterkaitan konsep satu dengan yang lain. Dengan alasan inilah menyebabkan konsep dasar pembelajaran perlu diperkuat.
Kecenderungan dari setiap peserta didik merasa kesulitan menangkap makna dan memahami materi pelajaran yang diajarkan di kelas. Menurut  Muhibbin Syah (2008:173) “faktor kesulitan belajar disebabkan karena (1) faktor internal, yaitu keadaan yang muncul dari dalam diri peserta didik sendiri,  dan (2) faktor eksternal, yaitu keadaan yang datang dari luar diri peserta didik.” Kesulitan tersebut menjadi catatan untuk perbaikan dan pemecahan masalah pembelajaran di kelas.   
Oleh karena itulah melalui model pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan dan meningkatkan kualitas mutu pendidikan di madrasah sangat dibutuhkan. Menurut Trianto (2011:10) mengatakan alasan penggunaan model pembelajaran ”karena dengan menguasai beberapa model pembelajaran maka seorang guru akan merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran dapat dicapai dan tuntas sesuai yang diharapkan.”
Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan seorang guru dalam memanfaatkan model pembelajaran dalam menyampaikan meteri pelajaran di kelas. Menurut Suyono dan Hariyanto (2013:19) mengatakan bahwa “model pembelajaran adalah seluruh perencanaan dan prosedur maupun langkah-langkah kegiatan pembelajaran termasuk pilihan cara penilaian yang akan dilaksanakan.” Jadi seorang guru tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan saja, akan tetapi juga harus memiliki keterampilan memilih dan memanfaatkan model pembelajaran dengan baik. Dalam memilih model pembelajaran yang cocok, seorang guru harus memperhatikan materi apa yang akan disajikan dan tujuan apa yang akan dicapai. Karena pemanfaatan model pembelajaran harus terintegrasikan secara langsung baik isi, materi, maupun tujuan pembelajaran yang akan disampaikan.
Yang terjadi adalah proses pembelajaran di madrasah  masih cenderung menggunakan sistem DDCH (Duduk Dengar Catat Hapal). Seorang guru hanya terpaku kepada satu model pembelajaran ceramah saja yang menyebabkan peserta didik merasa bosan dengan materi yang disajikan, walaupun kadang juga diselingi dengan media pembelajaran.
Ada hal yang terjadi selama pengajaran ini, antara lain: (1) Peserta didik tidak tahu tujuan belajar mereka hari itu, (2) Kebanyakan pertanyaan diajukan oleh guru, mereka diam saja, (3) Pengajaran tidak berorientasi pada fakta-fakta, (4) Kesempatan untuk merencanakan dan melakukan kegiatan keaktifan peserta didik sangat kecil terjadi, (5) Pengajaran berpedoman pada buku, dan menggunakan ceramah dan (6) Tes bersifat sumatif untuk pengisian raport saja.
Oleh karena itu salah satu model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran Contektual Teacher Learning (CTL). Menurut Nurhadi seperti dikutip Masitoh dan Laksmi Dewi (2009:288) menyatakan:
Metode kontektual (contextual teaching and learning) merupakan konsep belajar yang dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Metode  CTL dianggap dapat meningkatkan pemahaman dan aktifitas belajar matematika peserta didik hal ini dikarenakan dalam metode CTL memuat kegiatan-kegiatan yang mana objek dalam matematika disajikan secara real atau nyata. Kegiatan penyajian matematika disajikan secara kontektual  maksudnya adalah bahwa setiap penyajian materi dikaitkan dengan kehidupan yang ada dilingkungan sekitar peserta didik atau mengacu pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh peserta didik.  Dengan demikian melalui metode CTL belajar peserta didik menjadi bermakna, karena dalam proses pembelajarannya peserta didik dimulai dengan masalah-masalah terjadi di sekitar mereka. Metode CTL memberikan kesempatan seluas-luasya kepada peserta didik untuk mengalami sendiri proses penemuan matematika (reinvention) konsep-konsep matematika yang telah dipelajari. Selain itu metode  CTL termasuk pembelajaran matematika yang menyenangkan (joyful learning) atau PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan).
Model pembelajaran Contextual Teaching-Learning (CTL) atau Model Pembelajaran Kontekstual merupakan metode konsep pembelajaran yang membantu seorang guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata. Peserta didik didorong untuk menghubungkan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya kepada kehidupan mereka sehari-hari. Dengan konsep itu, diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan, peserta didik bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik.

Diharapkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) nantinya, peserta didik tidak hanya pemahaman yang meningkat tetapi aktivitas belajar serta motivasi belajarnya pun meningkat. Menurut Komang Ardana (2008:30) mengatakan bahwa motivasi adalah suatu kebutuhan yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu.” Hal ini dikarenakan, dengan memberikan pelajaran yang menyenangkan dapat memotivasi peserta didik untuk aktif dan kreatif dalam belajar.Tinjauan Pembelajaran Kontekstual

Sekilas Motivasi Belajar Peserta Didik

SEKILAS MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK

Oleh
Hendro Sugiharto, S.Ag, MM
NIP. 197411282005011003

1.      Hakekat Motivasi Belajar Peserta didik
a.      Pengertian Motivasi
Kata motivasi berarti suatu dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.  Menurut Pupuh Fathurrohman, dkk, (2010:19) mengatakan “bahwa motivasi adalah daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan.”  Motivasi juga adalah suatu kondisi atau status internal (kadang-kadang diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau hasrat) yang mengarahkan perilaku seseorang untuk aktif  bertindak dalam rangka mencapai suatu tujuan.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2011:148) “motivasi adalah suatu pendorong yang mengubah energi dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu”. Motivasi juga diartikan sebagai kekuatan, dorongan, kebutuhan, semangat, tekanan, atau mekanisme psikologis yang mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mencapai prestasi tertentu sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia. Sehingga motivasi tersebut akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Menurut Mc Donald seperti yang dikutip Sardiman AM (2011:74) “ciri pokok motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang, yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan dirangsang karena adanya tujuan.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau moves dan mengarah atau menyalurkan perilaku ke arah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi ketidakseimbangan. Motivasi merupakan masalah yang kompleks dan vital dalam suatu kegiatan perilaku manusia. Motivasi berpangkal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).

   b.          Pengertian Belajar
Adapun kata belajar berarti proses interaksi peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku pada peserta didik ke arah yang lebih baik. Menurut Muhibbin Syah (2008:92) mengatakan bahwa “belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif”.
Adapun pembelajaran, menurut Masitoh dan Dewi Laksmi (2009:14) “merupakan suatu system lingkungan belajar yang terdiri dari unsure tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, peserta didik, dan guru”. Jadi pembelajaran merupakan proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan peserta didik dalam kegiatan belajar untuk memperoleh dan memproses pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan pembentukan sikap.  Menurut Suyono dan Hariyanto (2013:9) “belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang diiringi dengan perubahan kognitif, perubahan afektif dan perubahan psikmotorik. Perubahan yang dimaksud adalah berubahan yang relative menetap dan tidak berubah-ubah serta menuju kearah yang lebih baik.

    c.          Fungsi Motivasi Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2011:157) “fungsi motivasi belajar ada tiga fungsi yaitu sebagai pendorong perbuatan, penggerak perbuatan, dan pengarah perbuatan”. Untuk lebih jelas diuraikan sebagai berikut;
1)       Motivasi berfungsi sebagai pendorong  timbulnya tingkah laku atau perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul suatu belajar misalnya belajar.
2)       Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Dengan kata lain menggerakkan tingkah laku peserta didik. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya tingkat serap peserta didik terhadap materi yang diajarkan guru.
3)       Motivasi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan perbuatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Namun pada intinya bahwa motivasi belajar merupakan kondisi psikologis yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan tertentu dalam proses perubahan tingkah laku. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar.
Menurut Sardiman AM (2011:149) “motivasi ada dua, yaitu motivasi Intrinsik dan motivasi ektrinsik”. Jenis motivasi intrinsik ini timbul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Adapun jenis motivasi ekstrinsik timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian peserta didik.
Lebih Lanjut link ke Sekilas Motivasi Peserta Didik  

Jumat, 03 Februari 2017

Metode Diskusi dalam Pembelajaran

METODE DISKUSI DALAM PEMBELAJARAN


Oleh
Hendro Sugiharto, S.Ag, MM
NIP. 197411282005011003


1. Pendahuluan
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan pembangunan di segala bidang. Hingga kini pendidikan masih diyakini sebagai wadah dalam pembentukan sumber daya manusia yang diinginkan. Melihat begitu pentingnya pendidikan dalam pembentukan sumber daya manusia, maka peningkatan mutu pendidikan merupakan hal yang wajib dilakukan secara berkesinambungan guna menjawab perubahan zaman. Sebab menurut A.Tabrani Rusyan (1992:3)  tentang  pentingnya pendidikan “nantinya diharapkan mampu mendorong peserta didik untuk mengenali diri mereka masing-masing, menyadari potensi yang ada serta menerima keterbatasannya. Dengan demikian peserta didik akan semakin hidup rasa ingin tahunya dan berusaha mengejar ketertinggalannya”.
Di masa sekarang banyak orang mengukur keberhasilan suatu pendidikan hanya dilihat dari segi hasil. Pembelajaran yang baik adalah bersifat menyeluruh dalam melaksanakannya dan mencakup berbagai aspek, baik aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Menurut Asep Jihad dan Abdul Haris (2012:14) “teori Benjamin S. Bloom mengatakan pendidikan mengacu pada pengembangan tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor”.  Sehingga dalam pengukuran tingkat keberhasilannya selain dilihat dari segi kuantitas juga dari kualitas yang telah dilakukan di sekolah-sekolah. Mengacu dari pendapat tersebut, maka pembelajaran yang aktif ditandai adanya rangkaian kegiatan terencana yang melibatkan peserta didik secara langsung, komperhensif  baik fisik, mental maupun emosi. Hal semacam ini sering diabaikan oleh guru karena guru lebih meningkatkan pada pencapaian tujuan dan target kurikulum.
Adapun kekurangan dan kelemahan dalam pembelajaran tersebut antara lain disebabkan karena;
1. Pengajaran masih kurang optimal dalam menggunakan metode pembelajaran yaitu masih menggunakan model ceramah ketika mengajarkan materi pelajaran.
2. Banyak peserta didik yang kurang berpartisipasi dalam pembelajaran, khususnya peserta didik yang duduk di bangku belakang.
Oleh karena itulah peningkatan mutu pendidikan tentulah sangat berhubungan dengan masalah proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang sementara ini dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan kita masih banyak yang mengandalkan cara-cara lama dalam penyampaian materinya. Mengajar tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tetapi juga merupakan kegiatan guru membimbing/memfasilitasi peserta didik menemukan pengetahuan dan pengalaman belajar tersebut.
Untuk menciptakan suasana belajar yang disukai oleh peserta didik, guru perlu melakukan suatu perubahan pembelajaran. Salah satunya dengan memanfaatkan metode diskusi sebagai salah satu sumber belajar yang menarik dan mempermudah proses pembelajaran. Udin S. Winataputra (2010:9.46) mengatakan bahwa “salah satu komponen pembelajaran adalah metode belajar, yaitu semua hal yang menggunakannya dapat memperlancar proses dan pencapaian hasil belajar peserta didik”. Dengan demikian diharapkan peserta didik dapat lebih antusias dalam mengikuti proses pembelajaran serta dapat lebih memahami materi ajar yang disampaikan. Oleh karena itu, peneliti akan dalam pembelajaran ini menggunakan metode diskusi sebagai salah satu alternatif perbaikan. Dengan menggunakan metode diskusi diharapkan peserta didik dapat meningkatkan potensi diri dan kompetensi serta hasil belajar di kelas.

Lebih Lanjut silahkan link k Metode Diskusi dalam Pembelajaran

Senin, 30 Januari 2017

PENGGUNAAN MEDIA AUDIO VISUAL DALAM PEMBELAJARAN

1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kegiatan pendidikan bagi peserta didik di Madrasah yang dilakukan bersama-sama oleh guru sebagai Pembina sekaligus sebagai orang tua kedua setelah bapak dan ibu di rumah. Peserta didik menjalani proses pendidikan bertujuan agar nantinya dapat berguna bagi dirinya sendiri maupun orang lain. 
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3 menyatakan bahwa: 
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 

Zulfiani, dkk mengatakan bahwa misi pendidikan nasional adalah “mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia,  membantu dan menfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar”.  
Hal ini berarti seluruh komponen guru berupaya mengarahkan pendidikan kepada misi yang telah dicanangkan oleh pemerintah melalui pembelajaran yang baik dan benar, terarah dan terprogram serta terintegrasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung antara guru dan peserta didik. Proses pengajaran yang optimal akan menghasilkan hasil belajar yang optimal pula. Semakin besar usaha untuk menciptakan kondisi dalam pembelajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu.
Salah satu yang bisa mempengaruhi mutu pembelajaran adalah faktor guru. Sebab guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memilih strategi yang paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebab Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain mengatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran adalah tujuan, guru, peserta didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi”.  Semua itu harus komprehensif dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga kegiatan pembelajaran secara bertahap dan berkesinambungan terfokus pada materi yang diajarkan. Yang pada akhirnya mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri. 
Dalam hal ini berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang dalam penjelasannya melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 pasal 1 ayat 1 tentang guru, disebutkan bahwa guru sebagai “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada penddikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.  
Untuk mewujudkan proses kegiatan pendidikan dan pengajaran tersebut di atas, maka seorang guru harus dapat merangsang dan mengarahkan peserta didik dalam belajar. Yang pada gilirannya dapat mendorong peserta didik dalam pencapaian hasil belajar secara optimal. Sebab mengajar merupakan kegiatan yang dapat merangsang dan membimbing dengan berbagai pendekatan, dimana setiap pendekatan dapat mengarah pada tercapainya tujuan belajar yang berbeda. Tetapi apapun subyek mengajar pada hakekatnya adalah menolong peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap dan ide serta apresiasi yang mengarah pada perubahan tingkah laku dan pertumbuhan peserta didik.

Lebih Lanjut silahkan link ke Penggunaan Media Audio Visual

PROFESIONALITAS GURU DALAM PEMBELAJARAN

1.      Pendahuluan
Salah satu tugas sekolah adalah memberikan pengajaran dan memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik. Mereka harus memperoleh kecakapan dan pengetahuan dari sekolah, selain mengembangkan potensi pada dirinya. Soetjipto dan Raflis Kosasi mengatakan bahwa “perkembangan kemampuan peserta didik secara optimal untuk berkreasi, mandiri, bertanggungjawab dan memecahkan masalah merupakan tanggungjawab yang besar dari kegiatan pendidikan”.[1] Sehingga bagaimanapun juga dunia pendidikan khususnya sekolah berperan dalam pembentukan karakter tersebut. Oleh karena itu pemerintah secara tegas membuat kebijakan yang mendukung tujuan  pendidikan baik di sekolah maupun diluar sekolah.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 3 menyatakan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak dan peradapan bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab.[2]

Zulfiani, dkk mengatakan bahwa misi pendidikan nasional adalah “mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia,  membantu dan menfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar”.[3]
Hal ini berarti seluruh komponen guru berupaya mengarahkan pendidikan kepada misi yang telah dicanangkan oleh pemerintah melalui pembelajaran yang baik dan benar, terarah dan terprogram serta terintegrasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Pembelajaran merupakan kegiatan belajar mengajar yang berlangsung antara guru dan peserta didik. Proses pengajaran yang optimal akan menghasilkan hasil belajar yang optimal pula. Semakin besar usaha untuk menciptakan kondisi dalam pembelajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu.
Salah satu yang bisa mempengaruhi mutu pembelajaran adalah faktor guru. Sebab guru adalah sutradara dan sekaligus aktor dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu memilih strategi yang paling efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sebab Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain mengatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran adalah tujuan, guru, peserta didik, kegiatan pengajaran, alat evaluasi, bahan evaluasi, dan suasana evaluasi”.[4] Semua itu harus komprehensif dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Sehingga kegiatan pembelajaran secara bertahap dan berkesinambungan terfokus pada materi yang diajarkan. Yang pada akhirnya mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri peserta didik sesuai dengan tujuan pembelajaran itu sendiri.
Dalam hal ini berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang dalam penjelasannya melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 tahun 2008 pasal 1 ayat 1 tentang guru, disebutkan bahwa guru sebagai “pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada penddikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.[5]
Lebih lanjut silahkan link ke Profesionalitas Guru dalam Pembelajaran




[1] Soetjipto dan Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007,85.
[2] UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
[3] Zulfiani, dkk, Strategi Pembelajaran Sains, Jakarta: UIN Lembaga Peneliti, 2009,61.
[4] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2010),109.
[5] PP No. 74 tahun 2008.